5 Tahapan Dalam Proses Menulis Di Sekolah Dasar
Menulis merupakan suatu proses. Saat siswa menulis, disadari atau tidak oleh guru maka intinya mereka terlibat dalam proses yang aktif. Papas (1994:215) mengemukakan pendapatnya bahwa the writing process in also an active, constructive social, making meaning enterprise. Dengan demikian, pada dikala yang sama mereka juga melaksanakan kegiatan berpikir dengan melibatkan skemata yang dimilikinya. Siswa mengolah dunia pengalaman dan pengetahuan yang dimilikinya dan menuangkannya melalui medium bahasa sehingga menghasilkan suatu produk tulisan.
Tahapan dalam Proses Menulis
Donald Murray telah menulis sebuah deskripsi perihal proses menulis yang deskripsinya membangkitkan semangat menulis siswa di sekolah. Menulis diberikan sebagai proses berpikir yang terus menerus, proses eksperimentasi, dan proses review. Aktivitas menulis karya tulis berkembang dalam tiga tahap: perencanaan (rehearsing), penyusunan konsep (drafting), dan perbaikan (revising) (dalam Temple, 1988).
Tahap perencanaan yakni tahap penulis berusaha menemukan apa yang akan mereka tulis. Guru sanggup mendorong inovasi topik ini dengan cara ramu pendapat (brainstorming) yang memungkinkan anak berpikir dan menulis banyak sekali rincian perihal orang, tempat, atau bencana yang bermakna bagi mereka. Kadang-kadang guru memperkenalkan menulis bebas selama tahapan ini.
Tahap selanjutnya, yaitu penyusunan konsep (drafting). Istilah draft dipilih lantaran acara menulis dalam tahap ini bersifat sementara. Ketika kita menyebut draft pertama, kedua, maka secara tidak eksklusif potongan kerja tersebut akan berubah, draft lain akan menyusul. Penulis perlu menuangkan pikiran-pikirannya dan mempertimbangkannya untuk disampaikan kepada orang lain. Penulis perlu berdialog dengan dirinya selama proses penyusunan konsep.
Tahap ketiga yaitu tahap perbaikan merupakan tahap akhir. Sekalipun demikian perlu diingat bahwa perbaikan sanggup berlajut pada perencanaan dan penyusunan konsep lebih lanjut. Berikut ini tahap-tahap menulis yang dirangkum dari Tompkins (1994). Tompkins menguraikan proses menulis menjadi lima tahap yang diidentifikasi melalui serangkaian penelitian perihal proses menulis. Lima tahap proses menulis yang teridentifikasi melalui penelitian yang dimaksud meliputi: pramenulis, penyusunan konsep, perbaikan, penyutingan, dan penerbitan.
Tahap 1: Pramenulis (prewriting)
Pramenulis merupakan tahap siap menulis Murray (1985) menyebut tahap ini dengan tahap inovasi menulis. Muray (1982) meyakini bahwa 20% atau lebih waktu tersita pada tahap ini. Aktivitas dalam tahap ini mencakup 1) menentukan topik, 2) memikirkan tujuan, bentuk, dan audiens, dan 3) memanfaatkan dan mengorganisasikan gagasan-gagasan. Pada tahap pramenulis siswa berusaha mengemukakan apa yang akan mereka tulis. Dalam hal ini guru sanggup memakai banyak sekali seni administrasi pramenulis yang diimplementasikan di kelas untuk membantu siswa menentukan tema dan menentukan lancarnya proses menulis. Bila guru menentukan tema untuk siswa dan tema tersebut tidak sesuai dengan minat serta skemata siswa, kegiatan menulis siswa akan terhambat. Misalnya, dalam pembelajaran menukis cerita, tema dongeng yang harus ditulis siswa harus sesuai dengan minat mereka.
Pada tahap ini siswa mengumpulkan gagasan dan informasi serta mencoba menciptakan kerangka atau garis besar yang akan ditulis. Di sini guru sanggup melaksanakan kerja sama melalui ramu pendapat (brainstorming), menciptakan klaster (clustering), atau menyusun daftar pandangan gres (listing) sehingga melahirkan tema dan topik goresan pena yang sesuai dengan minat dan impian mereka. Syafi’ie (1988) beropini bahwa untuk sanggup menemukan perihal pokok karangan yang akan ditulis sanggup dilakukan kegiatan penjajagan pandangan gres melalui brainstorming. Melalui kegiatan ini juga guru sanggup mengetahui seberapa luas skemata yang dimiliki siswa berkaiatan dengan hal atau topik yang akan dibahas.
Masih dalam tahap pramenulis, siswa mulai memcari dan menentukan arah dan bentuk tulisannya. Hal ini sanggup dilakukan melalui kegiatan membaca untuk menelaah satu bentuk tulisan. Selain melaksanakan kegiatan membaca, khususnya dalam menentukan topik, siswa juga sanggup melaksanakan observasi, membaca buku dan sastra, serta memakai chart dan gambar.
Tahap 2: Penyusunan Draf Tulisan (Drafting)
Tahap kedua dalam proses menulis yakni menulis draf. Dalam proses menulis, siswa menulis dan menyaring goresan pena mereka melalui sejumlah konsep. Selama tahap penyusunan konsep, siswa terfokus dalam pengumpulan gagasan. Perlu disampaikan kepada siswa bahwa pada tahap ini mereka tidak perlu merasa takut melaksanakan kesalahan. Kesempatan dalam menuangkan ide-ide dilakukan dengan sedikit memperhatikan ejaan, tanda baca, dan kesalahan mekanikal yang lain. Aktivitas dalam tahap ini meliputi: 1) menulis draft kasar, 2) menulis konsep utama, dan 3) menekankan pengembangan isi.
Penyusunan konsep merupakan tahap dikala siswa mengorganisasikan dan mengembangkan pandangan gres yang telah dikumpulkannya melalui kegiatan brainstorming dalam bentuk draft kasar. Misalnya, dalam pembelajaran menulis cerita, selama tahap penyusunan konsep siswa terfokus pada acara menuangkan pandangan gres dan menyusun konsep dongeng yang akan dibuatnya. Untuk membantu siswa mengembangkan pandangan gres dan menyusun konsep tulisannya, sanggup dilakukan pertolongan chart struktur dongeng sebagai media bagi siswa untuk menuangkan semua pandangan gres yang dimilikinya. Hal ini diperlukan sanggup memudahkan mereka untuk mengungkapkan idenya berkaitan dengan struktur dongeng secara tidak ragu-ragu lantaran pada tahap berikutnya teks yang sudah disusun akan diperbaiki dan disusun ulang.
Tahap 3: Perbaikan (Revising)
Selama tahap perbaikan, penulis menyaring ide-ide dalam goresan pena mereka. Siswa biasanya mengakhiri proses menulis begitu mereka mengakhiri dan melengkapi draf kasar, mereka percaya bahwa goresan pena mereka telah lengkap. Revisi bukan penyempurnaan tulisan, revisi yakni mempertemukan kebutuhan pembaca dengan menambah, mengganti, menghilangkan, dan menyusun kembali materi tulisan. Kata revisi berarti melihat kembali, pada tahap ini penulis sanggup melihat tulisannya kembali dengan sobat sekelas dan guru yang membantu mereka. Aktivitas dalam tahap ini meliputi: 1) membaca ulang draf kasar, 2) menyempurnakan draf garang dalam proses menulis, dan 3) memperbaiki pecahan yang mendapat balikan dari kelompok menulis.
Pada tahap perbaikan ini siswa melihat kembali tulisannya untuk selanjutnya menambah, mengganti, atau menghilangkan sebagian pandangan gres dalam tulisannya. Misalnya, dalam menulis cerita, berkaitan dengan penggarapan struktur dongeng yang telah disusunnya siswa sanggup mengubah tabiat pelaku yang semula jahat menjadi baik, atau siswa sanggup juga menyelipkan bencana lain dalam rangkaian dongeng yang disusunnya.
Tahap 4: Penyutingan (Editing)
Penyutingan merupakan penyempunaan goresan pena sanpai pada bentuk akhir. Sampai tahap ini, fokus utama proses menulis yakni pada isi goresan pena siswa dengan fokus berganti pada kesalahan mekanik. Siswa menyempurnakan goresan pena mereka dengan mengoreksi ejaan dan kesalahan mekanikal yang lain. Tujuannya menciptakan goresan pena menjadi “siap baca secara optimal” (optimally readable) (Smith, 1982).
Cara paling efektif untuk mengajarkan ketermpilan mekanikal yakni pada dikala penyutingan. Ketika penyutingan goresan pena disempurnakan melalui kegiatan membaca, siswa lebih tertarik pada pemakaian keterampilan mekanikal secara benar lantaran mereka sanggup berkomunikasi secara efektif. Para peneliti menyarankan bahwa pendekatan fungsional dalam pengajaran mekanikal goresan pena lebih efektif dari pada latihan praktis. Aktivitas dalam tahap ini meliputi: 1) mengambil jarak dari tulisan, 2) mengoreksi awal dengan menandai kesalahan, dan 3) mengoreksi kesalahan.
Sebagai contoh, dalam pembelajaran menulis cerita, proses penyuntingan merupakan tahap penyempurnaan goresan pena dongeng yang dilakukan sebelum kegiatan publikasi dongeng yang ditulis siswa. Pada tahap ini siswa menyalin kembali draf yang telah dibuatnya ke dalam polio bergaris sehingga menjadi sebuah karangan yang utuh. Pada dikala yang sama siswa juga melaksanakan perbaikan kesalahan yang bersifat mekanis berkaitan dengan ejaan dan tanda baca.
Tahap 5: Pemublikasian (publishing)
Pada tahap simpulan proses penulisan, siswa mempublikasikan goresan pena mereka dan menyempurnakannya dengan membaca pendapat dan komentar yang diberikan sobat atau siswa lain, orang bau tanah dan komunitas mereka sebagai penulis. Pada tahap publikasi siswa mempublikasikan hasil penulisannya melalui kegiatan membuatkan hasil goresan pena (sharing). Kegiatan membuatkan hasil ini sanggup dilakukan di antaranya melalui kegiatan penugasan siswa untuk membacakan hasil karangan di depan kelas (Tompkins,1994). Sebagai contoh, dalam pembelajaran menulis cerita, kegiatan publikasi sanggup dilakukan dengan menugaskan siswa membacakan hasil dongeng yang telah ditulisnya, sementara siswa lain memperlihatkan pendapat berkaitan dengan dongeng tersebut. Kegiatan sharing lainnya sanggup dilakukan dengan meminta orang bau tanah siswa membaca dan memberi komentar terhadap dongeng yang telah ditulis siswa. Dengan demikian, dalam kegiatan publikasi siswa mendapat bermacam-macam penguatan.
Data hasil riset memperlihatkan bahwa pembelajaran menulis yang menekankan pada proses mempunyai keunggulan apabila dibandingkan dengan model pembelajaran menulis konvensional (tradisi buku teks), yaitu lebih banyak diorientasikan pada produk.
Dengan lebih khusus, Valdes (1992) memperlihatkan sembilan kebaikan penggunaan seni administrasi proses menulis dipandang dari kepentingan anak/siswa. Kebaikan-kebaikan itu antara lain (a) anak sanggup menyatakan gagasannya serta menyadari gagasan yang disampaikannya itu, (b) anak sanggup mengetahui bahwa ia sanggup berguru dari gagasan sobat atau yang lainnya, (c) anak sanggup berguru bahwa gagasan yang akan ditulisnya sanggup diperoleh dalam beberapa jalan/cara, (d) anak sanggup mulai menulis dengan tidak benar atau tidak sempurna, (e) anak sanggup berguru menerima, mengevaluasi dan menerapkan gagasan yang diperolehnya dari sobat lain, (f) anak sanggup memonitor dan memperbaiki tulisannya sendiri, (g) anak sanggup merasa gembira akan pekerjaannya dan kesenangan itu dikomunikasikan dalam kegiatan menulis, membaca, menyimak, dan berbicara, (h) anak sanggup mengembangkan kemandirian dalam berpikir, dan (i) anak sanggup merealisasikan apa yang telah diinginkan melalui pemusatan gagasan yang telah dipilihnya sendiri. Dari paparan tersebut terperinci bahwa guru yang paling baik dalam menulis yakni proses menulis itu sendiri.
Dalam penelitiannya, Gipayana (1994) pertanda bahwa penggunaan pendekatan “step” dalam pembelajaran menulis di sekolah dasar lebih efektif meningkatkan keterampilan menulis murid dibandingkan dengan pendekatan konvensional. Aspek keterampilan yang mengalami peningkatan itu yakni (a) kelengkapan gagasan (b) kesesuaian judul dengan isi, dan (c) kelancaran penggunaan bahasa. Peningkatan itu disebabkan oleh pertolongan pengalaman kepada murid untuk melaksanakan proses eksplorasi gagasan pada tahap prapenulisan, sharing dan penyuntingan untuk melaksanakan penilaian diri terhadap goresan pena yang dibuatnya. Hasil penelitian itu memperlihatkan prediksi bahwa apabila pendekatan ‘ step’ sering dilakukan guru sekolah dasar, keterampilan menulis murid meningkat secara efektif (Gipayana, 1994).
Berdasarkan ciri isi dan proses itu Pappas (1995) menyatakan bahwa pembelajaran menulis mempunyai sifat dinamis, interaktif, dan konstruktif. Dinamis lantaran dalam menulis, sangat dimungkinkan adanya perubahan dan pengubahan-pengubahan. Pengubahan-pengubahan itu dilakukan sehabis dilakukan interaksi baik dengan teks, diri sendiri atau dengan orang lain (Bull, 1989). Ciri konstruktif, ditandai oleh adanya pemanfaatan pengalaman empirikal penulis dalam acara menulis. Dengan demikian, pengajaran menulis sebaiknya tidak lagi dilaksanakan dengan pendekatan konvensional yang biasanya berlangsung dengan mendasarkan pada perkiraan bahwa siswa perlu mempelajari bagian-bagian sehingga pada balasannya mereka sanggup menyusun makna keseluruhan. Pembelajaran pertama kali ditekankan pada kosakata, ejaan, keterampilan mekanikal, dan tujuan penulisan, kemudian pada organisasi penulisan, dan model tulisan. Terkadang siswa menulis dengan sudut pandang guru lantaran semua tema atau topik dan kerangka goresan pena yang harus dikembangkan merupakan milik guru. Siswa hanya tinggal mengembangkan kerangka tersebut dan penilaian cenderung orientasi produk. Sebaiknya pembelajaran menulis dilaksanakan dengan menekankan pada proses.
Belum ada Komentar untuk "5 Tahapan Dalam Proses Menulis Di Sekolah Dasar"
Posting Komentar