Amerika Dan Keterlibatan Gerakan Separatis Di Banyak Sekali Daerah
Awal tahun 1957 pamor PKI terus bersinar di panggung politik nasional. Apalagi sehabis Presiden Sukarno mengumumkan gagasan politiknya yang dikenal dengan Konsepsi Presiden dimana nantinya kabinet terbentuk akan merangkul semua kekuatan partai politik yang ada, tidak terkecuali PKI. Haluan politik Sukarno ini merupakan kesempatan bagi PKI memperkuat posisi dan di sisi lain Masyumi, NU.
Perkembangan situasi dan kondisi internal perpolitikan Indonesia yang dramatis bagi Amerika ini semakin menciptakan pejabat Washington khawatir langkah Sukarno semakin jauh ke kiri. Sebagai contoh, usaha Sukarno memperoleh tunjangan militer dari negara-negara Blok Soviet. Mendorong segala upaya CIA (Intelijen AS) menghentikan manuver politiknya dan saatnya Amerika memanggang kaki Sukarno. Dinas intelijen (CIA) di Indonesia mulai berangasan melaksanakan operasi intelijen termasuk skenario pembunuhan aksara Sukarno (film jorok) hingga upaya percobaan pembunuhan Sukarno (peristiwa Cikini). Namun upaya CIA menggulingkan Sukarno gagal.
Sementara itu pada tanggal 15 Februari 1958 dideklarasikan suatu pemerintahan pemberontak di Sumatra yang bermarkas di Bukittinggi dengan nama PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia). Dua hari kemudian kelompok pemberontak Semesta di Sulawesi ikut bergabung dengan PRRI. Pemberontakan ini kemudian di kenal PRRI/Permesta. Gerakan ini muncul sebagai bentuk ketidakpuasaan segelintir elit partai Masyumi (Syafrudin, Natsir, dll) dan beberapa perwira menengah Tentara Nasional Indonesia (Simbolon, Lubis, dll) di Sumatra terhadap situasi politik yang ada termasuk didalamnya usaha Hatta merasionalisasi di badan militer. Kelompok pemberontak menuntut dan mengultimatum lima hari semoga pemerintah di Jakarta segera membubarkan kabinet, meminta Hatta dan Sultan Hamengkubuwono IX ditunjuk kabinet karya gres hingga pemilu yang segera dilakukan dan dikembalikannya sistem pemerintahan parlementer.
Terhadap tuntutan pemberontak tersebut Pemerintah Jakarta mengambil perilaku tegas melaksanakan tindakan militer terhadap kelompok pemberontak. Operasi militer yang dilakukan Tentara Nasional Indonesia dibawah komando Ahmad Yani sebagai bentuk penegakan wibawa pemerintah di tempat konflik yang dikuasai PRRI. Berbagai instalasi-instalasi PRRI/Permesta di Padang Bukittinggi dihancurkan melalui operasi serangan udara.
Seiring dengan serangan udara, Angkatan Darat (Divisi Siliwangi dan Divisi Diponegoro) diterjunkan pribadi di tempat konflik dan dengan cepat menguasai dan memulihkan keadaan. Tidak ada perlawanan berarti yang dilakukan kelompok pemberontak PRRI/Permesta sekalipun tunjangan persenjataan dari CIA sudah mereka terima. Sedangkan operasi militer kepada pemberontak Permesta di Sulawesi diserahkan pada Divisi Brawijaya, Jawa Timur. Secara keseluruhan pada pertengahan tahun 1958 pemberontakan PRRI/Permesta sudah sanggup dipadamkan. Peristiwa ini telah mengakibatkan terbunuhnya ribuan jiwa dan membawa kerugian materiel yang cukup besar.
Pemberontakan PRRI/Permesta di Sumatra dan Sulawesi tidak lepas dari dukungan dan tugas pejabat Washington. Strategi ini memang diarahkan pihak Amerika untuk menghapus komunis, memperlemah kekuatan AD di Jawa dan bila perlu menjatuhkan Soekarno yang condong komunis. Dukungan dan keterlibatan Amerika kepada kelompok pemberontak PRRI/Permesta secara pribadi dilakukan melalui aksi CIA yang telah berkala dengan kelompok pemberontak. Bahkan Inggris juga membantu CIA dengan menyediakan markas operasi di Singapura yang nota bene bersahabat dengan Sumatra. Untuk memaksimalkan keberhasilan operasi ini, CIA juga memakai Angkatan Laut Amerika yang berpusat di Filipina untuk membantu pengiriman persenjataan beserta amunisinya pada kelompok pemberontak PRRI/Permesta. Sekalipun demikian pejabat Washington tidak pernah memberikan pernyataan resmi menyangkut campur tangan Amerika dalam pemberontakan di daerah.
Padahal Presiden Sukarno dan rakyat Indonesia tahu bahwa Amerika jelas-jelas berperan dalam pemberontakan tersebut. Apalagi sehabis tertangkapnya Allen Pope, seorang pilot pesawat tempur Amerika yang bekerja untuk operasi-operasi intelijen CIA dan termasuk upaya destruktif di Indonesia Timur. Dalam pengakuannya ia telah bergabung dengan kelompok pemberontak Permesta dan ikut melaksanakan pengeboman pos-pos militer dan kapal-kapal maritim Indonesia. Satu peringatan tegas Presiden Sukarno pada pemerintahan Eisenhower terkait keterlibatan Amerika dalam pemberontakan di aneka macam tempat supaya tidak bermain api di Indoneseia dan bila Amerika mau menimbulkan Indonesia sebagi Korea kedua atau Vietnam kedua, maka yang akan terjadi yaitu Perang Dunia Ketiga.
Sekalipun Amerika jelas-jelas terlibat dalam pemberontakan di daerah, Washington tidak pernah memberikan pernyataan resmi. Sebaliknya, disaat yang sama penumpasan pemberontakan PRRI/Permesta oleh TNI, pemerintahan Eisenhower berusaha memastikan bahwa isu keterlibatan CIA tidak bocor baik kepada pemerintah RI maupun publik Amerika sendiri. Dalam aneka macam kesempatan para pejabat Washington menyangkal tudingan keterkaitannya dengan kelompok pemberontak dengan menyatakan tidak ada kekuatan absurd pun apalagi Amerika. Menanggapi kemunafikkan pejabat Amerika dalam keterlibatannya dalam pemberontakan di daerah, pemerintah Indonesia bersikap moderat menginggat pentingnya taktik diplomasi kedepan untuk usaha Indonesia, termasuk dilema tidak dipublikasiknya secara umum tertangapnya pilot AS Allan pope. Dengan kegagalan ini Washington mengubah taktik salah satunya lewat pendekatan dan
kerjasama dengan Tentara Nasional Indonesia AD yang terbukti anti komunis.
Selanjutnya : Amerika Dan Pemilu 1955 Kecenderungan Indonesia Ke Kiri
Selanjutnya : Amerika Dan Pemilu 1955 Kecenderungan Indonesia Ke Kiri
Belum ada Komentar untuk "Amerika Dan Keterlibatan Gerakan Separatis Di Banyak Sekali Daerah"
Posting Komentar