Siklus Administrasi Penanggulangan Peristiwa Alam
Bencana yaitu suatu kecelakaan sebagai hasil dari faktor buatan insan atau alami (atau suatu kombinasi kedua-duanya) yang memiliki dampak negatif pada kondisi kehidupan insan dan flora/fauna. Bencana alam meliputi banjir, animo kering berkepanjangan, gempa bumi, gelombang tsunami, angin puyuh, angin topan, tanah longsor, letusan gunung berapi (vulkanis) dan lain-lain. Bencana buatan insan sanggup meliputi radiasi akhir kecelakaan materi kimia, minyak tumpah, kebakaran hutan dan lain lain.
Untuk menangani problem peristiwa maka dikenal dengan penanggulangan bencana, yaitu suatu siklus kegiatan yang saling berkaitan, mulai dari kegiatan pencegahan, kegiatan mitigasi, kegiatan kesiapsiagaan, kegiatan tanggap darurat, kegiatan pemulihan yang meliputi restorasi, rehabilitasi dan rekonstruksi, serta kegiatan pembangunan. Semua kegiatan, mulai dari tanggap darurat hingga pengumpulan data dan info serta pembangunan, merupakan rangkaian dalam menghadapi kemungkinan bencana. Tahap-tahap ini sanggup saling berkaitan dan merupakan bundar atau siklus administrasi bencana.
Mitigasi peristiwa merupakan kegiatan yang sangat penting dalam penanggulangan bencana, alasannya kegiatan ini dilakukan dengan maksud untuk mengantisipasi biar dampak yang ditimbulkan sanggup dikurangi. Mitigasi petaka dilakukan secara struktural dan non struktural. Secara struktural yaitu dengan melaksanakan upaya teknis, baik secara alami maupun buatan mengenai sarana dan prasarana mitigasi. Secara non struktural yaitu upaya non teknis yang menyangkut pembiasaan dan pengaturan ihwal kegiatan insan biar sejalan dan sesuai dengan upaya mitigasi struktural maupun upaya lainnya.
Mitigasi peristiwa merupakan kegiatan yang sangat penting dalam penanggulangan bencana, alasannya kegiatan ini dilakukan dengan maksud untuk mengantisipasi biar dampak yang ditimbulkan sanggup dikurangi. Mitigasi petaka dilakukan secara struktural dan non struktural. Secara struktural yaitu dengan melaksanakan upaya teknis, baik secara alami maupun buatan mengenai sarana dan prasarana mitigasi. Secara non struktural yaitu upaya non teknis yang menyangkut pembiasaan dan pengaturan ihwal kegiatan insan biar sejalan dan sesuai dengan upaya mitigasi struktural maupun upaya lainnya.
Untuk mengatasi problem peristiwa perlu dilakukan upaya mitigasi yang komprehensif yaitu kombinasi upaya struktur (pembuatan prasarana dan sarana pengendali) dan non struktur yang pelaksanaannya harus melibatkan instansi terkait. Seberapa besarpun upaya tersebut tidak akan sanggup membebaskan dari problem petaka secara mutlak. Oleh alasannya itu kunci keberhasilan sebetulnya yaitu keharmonisan antara manusia/masyarakat dengan alam lingkungannya.
Bagian paling kritis dari pelaksanaan mitigasi yaitu pemahaman penuh sifat bencana. Tipe-tipe ancaman peristiwa pada setiap tempat berbeda-beda, ada suatu tempat yang rentan terhadap banjir, ada yang rentan terhadap gempa bumi, ada pula tempat yang rentan terhadap longsor dan lain-lain. Pemahaman bahaya-bahaya meliputi memahami tentang:
1. Bagaimana bahaya-bahaya itu muncul,
2. Kemungkinan terjadi dan besarannya,
3. Mekanisme fisik kerusakan,
4. Elemen-elemen dan aktivitas-aktivitas yang paling rentan terhadap pengaruh-pengaruhnya,
5. Konsekuensi-konsekuensi kerusakan.
Informasi Geospasial sebagai faktor kunci dalam melaksanakan pertukaran info secara global, merupakan suatu sarana penting bagi berlangsungnya suatu tatanan masyarakat berwawasan iptek dengan kekayaan sumberdaya alam yang sangat besar. Data dan info geospasial ihwal kebencanaan, dan kedaruratan yang dibutuhkan, sanggup diperoleh melalui sistem koordinasi yang terpadu, cepat, dan akurat.
Data dan info yang diharapkan meliputi :
• Titik-titik lokasi dimana peristiwa terjadi,
• Seberapa besar potensi peristiwa terjadi: luas area, besar bencana, periode berlangsungnya, lamanya, dll,
• Seberapa besar potensi korban jiwa yang sanggup terjadi,
• Berapa jumlah kerugian: fisik, materi, dll.
Data dan info di atas akan dipakai dalam memilih kebijakan: pencegahan, penanggulangan, penanganan, evaluasi, serta rehabilitasi. Tanggap darurat (emergency response) merupakan suatu bentuk kegiatan awal sehabis terjadinya peristiwa alam. Bentuk kegiatan tanggap darurat antara lain peningkatan efektivitas pengorganisasian, koordinasi, dan kodal; percepatan pengefektifan penyelamatan jenazah; percepatan relokasi pengungsi; perawatan bagi yang terluka dan sakit; pengelolaan santunan negara sobat dan santunan dalam negeri; kesinambungan pasokan logistik; pengelolaan transportasi darat, laut, dan udara; dan intensifikasi kegiatan komunikasi publik (public relation).
Belum ada Komentar untuk "Siklus Administrasi Penanggulangan Peristiwa Alam"
Posting Komentar